Nggak ada yang nggak mungkin dan nggak ada hasil yang mengkhianati usaha memang benar dan dapat dilihat dari apa yang dijalani Iwan Setyawan yang kini sudah jadi orang sukses. Ia lahir di Malang, 2 Desember 1974 di rumah berukuran 6 x 7 meter persegi. Hanya ada dua kamar dalam rumah itu sehingga ia harus berbagi ruang dengan bapak, ibu, serta empat saudara perempuannya. Ia tidur berpindah-pindah dari kamar orangtuanya ke kamar saudara-saudaranya ke ruang TV sampai tidur bersama kakek neneknya yang rumahnya bersebelahan dengan rumahnya.
Bapaknya seorang sopir angkot yang menempuh pendidikan sampai kelas 2 SMP dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Karena itulah, mereka ingin anak-anaknya mendapat pendidikan yang lebih baik. Ibunya percaya bahwa pendidikan bisa mengubah hidup seseorang, prinsipnya, semua anaknya harus menempuh pendidikan minimal sampai universitas. Perjuangan ibunya juga menginspirasi Iwan untuk belajar lebih rajin dan jadi orang sukses.
Impian Iwan saat SMP sangat sederhana, yaitu ingin memiliki kamar sendiri yang kalau malam bisa ditutup pintunya lalu mengarungi dunia sendiri. Namun Iwan berpikir, meminta dibuatkan kamar sendiri adalah permintaan yang nggak masuk akal. Kayak nggak punya hati, minta dibikinkan kamar sendiri sedangkan keadaan seperti itu. Impian ini dipendamnya sendiri. Ia lalu melanjutkan SMA di Batu, Malang.
Berkat kepandaiannya semasa SMA, Iwan mendapatkan tawaran untuk kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Awalnya ia bimbang akan melanjutkan pendidikan. Apalagi kalau bukan biaya yang jadi masalahnya. Keluarganya juga masih punya tanggungan dua adik perempuannya. Sang Ibu lalu meyakinkan Iwan agar tetap kuliah bagaimanapun caranya. Sang Ayah menjual satu-satunya angkot yang merupakan harta berharga keluarga itu dan beralih profesi menjadi sopir truk. Iwan pun berhasil masuk jurusan Statistika IPB. Tahun pertama dan kedua kuliah, Iwan kesulitan. Kepandaiannya di SMA asalnya di Batu tak ada apa-apanya dibandingkan teman-temannya yang anak olimpiade.